Jakarta, ETERNITYNEWS.co.id – Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan soal pentingnya keadilan hati Nurani. Menurutnya, keadilan perlu mempertimbang aspek kearifan lokal yang berkembang di masyaraka.
“Para penegak hukum khususnya Jaksa, masih banyak yang terjebak dengan tugas, fungsi dan wewenang yang di embannya sehari-hari. Sering sekali dalam proses penegakan hukum. Hanya berpatokan pada proses formalistik (sering di sebut keadilan formalistik) angka-angka yang ada dalam peraturan perundang-undangan,” kata Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/1).
Padahal, menurut dia, keadilan perlu mempertimbangkan segala aspek pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture) dan local genius. Yang berkembang di masyarakat.
“Pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture) dan local genius merupakan kolaborasi di sebut dengan keadilan substantif atau di kenal hati Nurani,” bebernya.
Pada setiap kesempatan, Jaksa Agung ST Burhanuddin baik sebagai pimpinan tertinggi penegak hukum di bidang penuntutan dan sebagai akademisi menyampaikan “Hati Nurani tidak ada dalam buku, hanya ada dalam sanubari setiap insan manusia.”
Salah satu contoh yakni penanganan kasus pelecehan seksual oleh Kejaksaan Negeri Lahat. Di mana hanya melihat dari sisi pelaku yang pada saat melakukan tindak pidana masih di bawah umur tanpa. Melihat kondisi korban yang secara psikis mengalami traumatis seumur hidupnya termasuk keluarganya, dan seharusnya tidak ada alasan untuk memberikan hukuman ringan atau dispensasi bagi pelaku.
“Maka dari itu, aspek psikologi, agama, lingkungan harus menjadi perhatian seluruh Jaksa untuk menangani setiap perkara sehingga sense of crisis akan tertanam dalam nurani kita,” imbuhnya.
Ia lebih lanjut mengatakan, keadilan yang di dasari dengan hati nurani harus terus di latih. Dengan melihat langsung korban, pelaku, masyarakat dan local genius (kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat), dan jika itu di lakukan protes. Kontroversi, polemik dalam setiap penanganan perkara dapat di hindarkan.
“Kita ini masyarakat yang agamis, menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, menjunjung tinggi nilai etika dan kesopanan. Termasuk menjunjung tinggi nilai keadilan masyarakat (keadilan sosial), dan hal tersebut harus menjadi pegangan para Jaksa dalam penanganan perkara,” tandasnya.
“Gunakan nuranimu, apakah perkara ini dan layak untuk di lanjutkan, layak di ringankan atau layak untuk diperberat. Kewenangan yang saudara miliki sangat besar dalam membangun citra penegakan hukum di masyarakat,”tambahnya.
Hati nurani dalam proses penegakan hukum wajib hukumnya di mana seorang Jaksa di lapangan harus memahami kebutuhan hukum masyarakat. Jadi harus sering turun dan melihat langsung kondisi riil yang ada dalam masyarakat.
Konsep penegakan hukum yang menjadi tren di era modern ini membuat kita harus selalu beradaptasi menciptakan hukum yang dapat bermanfaat. Menjamin kepastian hukum dan berkeadilan di masyarakat tanpa mengorbankan kecepatan. Serta kemudahan dan ketepatan dalam mengambil sikap ketika menghadapi permasalahan hukum di masyarakat.