Indramayu, eternitynews.co.id
Sengketa tanah darat seluas 640 meter persegi yang berjalan dalam tahapan persidangan Pengadilan Negeri Indramayu nomor perkara : 73/Pdt.G/2024/PN.Idm lokasi di Desa Mekarjati, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, kini memasuki babak baru. Setelah bertahun-tahun tidak ada tindak lanjutnya, pihak ahli waris dari almarhumah Encih Anasih akhirnya angkat bicara dan membeberkan fakta-fakta yang selama ini tertutup rapat.
Dalam konferensi pers yang digelar Minggu (11/5/2025), kuasa hukum ahli waris Carsono, S.H., menyatakan bahwa klain kepemilikan tanah tersebut memiliki dasar hukum yang kuat. Tanah yang terletak di Persil 89 d.II itu memiliki batas-batas jelas dan sudah tercantum dalam dokumen waris sejak puluhan tahun lalu.
“Tanah itu adalah warisan sah yang berasal dari pasangan almarhum Sardjan dan almarhumah Iyem, yang telah mengangkat Encih Anasih sebagai anak secara sah berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Indramayu tahun 1979. Hak kepemilikan sudah jelas turun ke Encih dan diteruskan kepada anak-anaknya,” ujar Carsono SH.
Perihal ini bukan hanya tentang sebidang tanah, tapi juga tentang perseterusn antar keluarga demi menjaga warisan leluhur. Encih Anasih yang dahulu menjadi anak angkat oleh Sardjan dan Iyem, kini dikenang sebagai ibu dari lima orang anak yang tengah memperjuangkan hak mereka: Ir. Syarifuddin, Surahman, Nurhayati Anasih DRA, Yoyok Sumarni, Sri Noviawati dan Komariyah.
Namun perjalanan mereka tak mudah. Tanah yang mereka klaim sebagai hak waris kini diduga telah berpindah tangan tanpa proses hukum yang jelas. Hajah Yayah Rokayah, tergugat pertama, mengklaim telah membeli tanah tersebut dari Asmery Sumeyi. Nama Sugiono(bukan keponakan Encih tapi nama fiktif untuk SPPT ajb asmeri) juga muncul sebagai pihak yang disebut dalam SPPT sebagai pemilik sebelumnya padahal ahli waris menyatakan belum ada proses jual beli sah yang mengalihkan hak milik.
Yang mengundang banyak pertanyaan, surat keterangan dari Desa Mekarjati menerbitkan AJB tanpa dasar akte yang sudah ada ber SPPT sejak kitir 1984 dan menerbitkan AJB tahun 2008 dengan dasar fiktif justru memperkuat nama Asmery Sumeyi sebagai pemilik, padahal SPPT masih atas nama Sugiono. “Kami kecewa dengan tindakan aparatur desa yang diduga seolah membelokan fakta sejarah dan hukum keluarga kami,” ujar Ir. Syarifuddin, penuh emosi.
Kasus ini kini memasuki sidang ketiga di Pengadilan Negeri Indramayu, dengan agenda pemeriksaan lokasi dan pengumpulan bukti serta saksi. Dan Minggu depan akan ada sidang pembacaan keputusan setelah di lakukan sidang di tempat pada hari jum’at 9/5/2025.Para ahli waris berharap keadilan akan ditegakkan, dan hak atas tanah warisan mereka dapat dikembalikan sebagaimana mestinya.
“Kami tidak ingin mengambil milik orang lain. Kami hanya ingin mengharapkan semua yang menjadi hak almarhumah ibu kami dikembalikan. Ini tentang harga diri dan sejarah keluarga,” tutup ahli waris lain mata berkaca-kaca.
Sengketa ini menjadi potret kecil dari banyaknya kisah persengketaan hak waris di Indonesia. Namun, di balik konflik, kisah keluarga ini menyimpan pelajaran penting: bahwa perjuangan menjaga warisan bukan semata soal hukum, tetapi juga soal cinta dan tanggung jawab pada darah dan sejarah sendiri.
(S.prant)