RANCAKALONG, ETERNITYNEWS.co.id – Tradisi ngalaksa di Kecamatan Rancakalong sudah lahir sejak abad ke-17 dan masih tetap terpelihara dengan baik hingga saat ini. Upacara adat ini kini sudah menjadi kalender tahunan pariwisata Sumedang, yang di gelar setiap bulan Juli. Berlangsung selama satu pekan.
“Tradisi ngalaksa pada awalnya lahir sebagai penghormatan terhadap dewi padi. Yang di kalangan masyarakat Sunda di kenal dengan sebutan Dewi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Namun dewasa ini, tradisi ngalaksa dapat dimaknai sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan, Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya bahwa masyarakat petani telah meraih keberhasilan dalam kegiatan pertanian mereka. Khususnya tanaman padi,” jelas Camat Rancakalong, Ili, Senin (31/1/2022).
Pelaksanaan ngalaksa di pusatkan di Desa Wisata Rancakalong. Namun,setiap tahunnya di laksanakan secara bergilir oleh rurukan-rurukan yang ada di desa- desa di Rancakalong.
Dua minggu menjelang pelaksanaan puncak acara, para tetua adat memberitahukan kepada semua tokoh masyarakat bahwa akan di laksanakan ngalaksa. Acara pemberitahuan ini di sebut bewara. Kemudian meningkat kepada tahapan ngayu atau ngahayu-hayu. Yang artinya mengajak semua warga bersiap-siap untuk menghadapi kegiatan tersebut.Tahapan berikutnya mera atau rangkaian pembagian tugas kepada setiap kelompok dan bahan harus di bawa oleh setiap warga rurukan.
Adat ngalaksa di awali dengan prosesi meuseul bakal, yaitu numbuk padi di iringi pembacaan rajah yang di mulai dari subuh hingga tengah hari. Di lanjutkan dengan kegiatan mencuci beras dengan air yang di taburi bunga laja atau combrang. Yang di kenal dengan acara di ibakan atau di geulisan. Setelah itu beras di bawa dan di masukkan ke sebauh ruangan panjang yang disebut pangineban.
Musik tarawangsa atau jentreng terus mengalun selama proses ngalaksa. Sepanjang malam irama musik tersebut tidak henti-hentinya dengan alunan irama kadang-kadang cepat. Lalu berubah menjadi lamban mendayu-dayu, dan kemudian terdengar monoton iramanya. Sehingga membuat pendengar terbawa hanyut oleh irama musik tarawangsa atau jentreng itu. [*]
Rina.